"Transformasi Sosial dan Ekonomi Desa Pekalongan: Dinamika Kehidupan Masyarakat pada Masa Kolonial 1868–1928"

 Berikut adalah isi detail laporan kolonial terlampir yang berfokus pada perubahan sosial dan ekonomi desa tersebut:


Perubahan Administratif: Desa Pekalongan tetap sama namanya, namun ada perubahan administratif seperti sub distrik Winong yang tidak ada pada 1868 dan penyesuaian distrik dan regentschap (pemerintahan lokal) yang berubah dari Glonggong ke Djakenan dan wilayah Pati tetap.


Wilayah dan Desa Tetangga: Batas desa Pekalongan tidak berubah, tetapi beberapa desa tetangga bergabung, misalnya desa Winong dan Pagendisan.


Pertanian dan Irigasi: Pada 1868 sawah sawah hanya untuk padi dan belum ada catatan tanaman polowidjo (kedelai), yang berubah signifikan pada 1928. Irigasi sawah yang bergantung pada hujan berubah dengan dibangunnya bendungan permanen sekitar 1905, sehingga sawah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada hujan.


Status Tanah dan Kepemilikan: Pada 1914, kepemilikan tanah komunal yang sebelumnya bersifat bergantian diubah menjadi kepemilikan tetap yang waris. Ini membantu mencegah fragmentasi tanah dan memperbaiki perawatan tanah.


Populasi: Penduduk desa meningkat dari 507 jiwa pada 1868 menjadi 1249 jiwa pada 1928, meningkat hampir 150%. Kehadiran penduduk keturunan Cina juga muncul pada tahun 1928.


Mata Pencaharian dan Ekonomi: Selain pertanian, pada 1928 sudah ada perdagangan, pengangkutan, usaha kecil, dan emigrasi tenaga kerja ke luar negeri seperti Singapura dan wilayah perkebunan karet di Indonesia.


Struktur Sosial: Struktur sosial desa tetap tidak banyak berubah, tetap ada kelas tani dan istilah-istilah untuk status sosial seperti jenis-jenis janda dengan variasi berbeda.


Peternakan: Penggunaan hewan berubah, dengan karbau mulai digantikan oleh sapi.


Pemerintahan Desa: Struktur pemerintahan desa menyusut, beberapa posisi dihapus. Peran polisi desa pun berubah menjadi tugas bersama anggota desa.


Tanah Sawah: Luas dan pembagian sawah mengalami perubahan, termasuk konversi sebagian sawah menjadi tanah pekarangan. Ukuran rata-rata sawah milik petani kecil juga menurun.


Sewa Tanah dan Upah: Tarif sewa tanah sawah naik antara tahun 1868 dan 1928, sementara upah panen justru turun dikarenakan pertambahan penduduk dan tenaga kerja.


Perubahan Teknologi dan Metode: Perubahan pola irigasi dari kering ke basah, dan perubahan cara pembayaran tenaga kerja di sawah yang lebih teratur dan mengurangi kerusakan tanaman.


Kepemilikan Tanah Pekarangan: Pada 1868 penduduk hanya diperbolehkan memiliki satu pekarangan, tetapi pada 1928 ada yang memiliki lebih dari satu dan yang tidak berdomisili di desa masih boleh memiliki tanah.


Keamanan dan Pengawasan: Pengawas ternak dihapus karena pencurian ternak menurun.


Kewajiban Pajak dan Upeti: Beberapa pajak tradisional seperti ijaamet padi tidak lagi dipungut pada 1928.


Laporan ini juga mencakup informasi keuangan asosiasi yang menerbitkan laporan tersebut, dan daftar anggota dan pendukungnya pada tahun 1929.


Secara keseluruhan, laporan ini memberikan gambaran detail tentang transformasi ekonomi, sosial, dan administratif desa Pekalongan dari masa kolonial 1868 ke 1928, mencirikan peningkatan populasi, modernisasi pertanian, perubahan kepemilikan tanah, dan perkembangan sosial yang terjadi selama periode tersebut. Ini akan sangat relevan untuk keperluan pengamatan perubahan sosial desa Anda. Jika Anda ingin, saya dapat membantu merinci bagian"Transformasi Sosial dan Ekonomi Desa Pekalongan: Dinamika Kehidupan Masyarakat pada Masa Kolonial 1868–1928"

-bagian tertentu dari laporan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Masyarakat Pati Melalui Bidang Pertanian

Isu Kontemporer Eksploitasi Sumber Daya Alam

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tambang dan Hayati dalam Kehidupan Sehari-hari